Apa itu kekeringan rohani? Apakah saudara pernah mengalaminya?
Kekeringan rohani, Malam gelap jiwa, Padang gurun rohani, atau apapun istilahnya, adalah sebuah kondisi dimana seseorang mengalami hampa dalam hidupnya. Ia melakukan saat teduh, berdoa, dan pelayanan secara rutin namun tetap merasa hampa dan menjadi rutinitas belaka. Ia merasa seakan Tuhan memalingkan muka darinya, membiarkannya didalam kesendirian. Saat-saat seperti ini tentunya adalah saat yang paling tidak menyenangkan di dalam diri orang Kristen. Semua orang bahkan penginjil dan pendeta sekalipun pasti pernah mengalaminya.
St. Yohanes Salib (John of the Cross) menggunakan istilah “Dark Night of the Soul” (Malam gelap jiwa) di dalam puisinya untuk menggambarkan kekeringan rohani. Ia justru mengalami dan merasakan hadirat Allah ketika berada di dalam penjara. Ini membuktikan bahwa kehadiran Allah tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, bahkan di dalam penjara sekalipun Allah tetap hadir. Lantas apa yang menyebabkan manusia tidak merasakan kehadiran Allah? Apa yang membuat manusia mencari-cari Allah tetapi tidak mendapatkan-Nya? Kristus sendiri pernah mengalaminya ketika diatas kayu salib. Bukan salib yang membuat dia tersiksa, bukan paku, bukan mahkota duri, namun siksaan yang sebenarnya ditunjukkan dengan teriakan-Nya “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Saat itu Bapa memalingkan muka dari-Nya karena Kristus sedang menanggung dosa seluruh umat manusia. Siksaan fisik tidak cukup berarti jika dibandingkan dengan perasaan ketika Allah memalingkan muka. Hal yang paling mengerikan yang dapat dialami manusia adalah ditinggalkan Allah.
Jika ditelusuri, ada beberapa penyebab dari kekeringan rohani :
1. Dosa (Yesaya 1 : 15)
Dosa inilah akar mula manusia mengalami kekeringan rohani. Di dalam dosa, manusia bukan hanya jauh dari Allah tetapi manusia sedang dalam kondisi terpisah dari Allah. Segala dosa memiliki kenikmatan dan manusia yang sedang jatuh didalamnya dapat diibaratkan seperti seekor serigala yang sedang menjilati makanan lezat, padahal di dalam makanan itu ada belati yang sangat tajam. Bahkan ketika lidahnya terkena belati itu, ia tidak sadar karena sudah terbuai dalam kenikmatan makanan yang bercampur darah itu dan pada akhirnya mati karena kehabisan darah. Seperti itulah bahaya kenikmatan dosa yang sedang menjerat kita.
2. Mencintai Dunia (1 Yohanes 2 : 15 – 17)
Yang dimaksud mencintai dunia adalah mencintai hal-hal lain melebihi rasa cinta kepada Allah. Ketika seseorang sedang jatuh cinta, maka perasaan itu akan mengendalikannya dengan hebat. Rasa cinta dapat diibaratkan seperti nakhoda yang mengendalikan sebuah kapal. Ketika cinta tidak ditujukan kepada Allah, maka dapat dipastikan manusia akan mengalami kekeringan rohani.
3. Kehilangan fokus (Lukas 10 : 38 – 42)
Kisah Maria dan Marta ini digunakan untuk menggambarkan dua orang yang sebenarnya memilih bagian yang baik. Marta memilih menyibukkan diri untuk melayani Tuhan, sedangkan Maria memilih duduk dan diam di bawah kaki Yesus dan mendengarkan setiap perkataan-Nya. Tidak dikatakan bahwa Marta melakukan hal yang salah. Melayani Tuhan adalah bagian yang baik, namun dikatakan bahwa Maria telah memilih bagian yang terbaik yang tidak akan diambil dari padanya (ay. 42). Seringkali kita seperti Marta, menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan dan melakukan berbagai pelayanan sehingga kita justru kehilangan fokus. Kesibukkan diri kita dapat menghilangkan fokus kepada Tuhan. Setiap kegiatan yang kita lakukan harus didasari fokus terhadap Tuhan supaya kita tidak kehilangan arah.
4. Disiplin rohani berubah menjadi rutinitas (1 Korintus 9 : 24 – 27)
Disiplin dan rutinitas adalah dua hal yang tampaknya dari luar sama, namun sebenarnya sangat berbeda. Rutinitas adalah hal-hal yang dikerjakan hanya sekedar mengisi waktu luang, tidak mengubah apapun dari diri manusia, dan tidak membutuhkan usaha dan pikiran yang berat untuk melakukannya. Sedangkan disiplin adalah hal yang dapat mengubah hidup manusia menjadi lebih baik dan membutuhkan usaha dan pikiran yang berat untuk melakukannya.
Rasul Paulus menggambarkan disiplin rohani dan pengejaran akan pertumbuhan seperti orang yang mengikuti pertandingan lari. Setiap orang pasti berlari dengan semaksimal mungkin sampai di garis finish. Pelari tidak akan bersantai-santai sebelum ia mencapai garis finish. Demikian juga seharusnya kita dalam melakukan disiplin rohani. Kita seharusnya berjuang semaksimal mungkin dalam pertumbuhan dan pengenalan akan Kristus sampai pada garis finish, yaitu pada saat kita mati. Marilah kita terus berjuang untuk menjaga relasi dan keintiman dengan Allah sehingga kita dapat mengatasi kekeringan rohani. Amin.
Ringkasan khotbah Ev. Natanael DBJP, S.Th. “Dark Night of the Soul” pada Persekutuan Pemuda GKI Coyudan, Sabtu, 6 Agustus 2011 dengan perubahan dan penyesuaian
Kekeringan rohani, Malam gelap jiwa, Padang gurun rohani, atau apapun istilahnya, adalah sebuah kondisi dimana seseorang mengalami hampa dalam hidupnya. Ia melakukan saat teduh, berdoa, dan pelayanan secara rutin namun tetap merasa hampa dan menjadi rutinitas belaka. Ia merasa seakan Tuhan memalingkan muka darinya, membiarkannya didalam kesendirian. Saat-saat seperti ini tentunya adalah saat yang paling tidak menyenangkan di dalam diri orang Kristen. Semua orang bahkan penginjil dan pendeta sekalipun pasti pernah mengalaminya.
St. Yohanes Salib (John of the Cross) menggunakan istilah “Dark Night of the Soul” (Malam gelap jiwa) di dalam puisinya untuk menggambarkan kekeringan rohani. Ia justru mengalami dan merasakan hadirat Allah ketika berada di dalam penjara. Ini membuktikan bahwa kehadiran Allah tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, bahkan di dalam penjara sekalipun Allah tetap hadir. Lantas apa yang menyebabkan manusia tidak merasakan kehadiran Allah? Apa yang membuat manusia mencari-cari Allah tetapi tidak mendapatkan-Nya? Kristus sendiri pernah mengalaminya ketika diatas kayu salib. Bukan salib yang membuat dia tersiksa, bukan paku, bukan mahkota duri, namun siksaan yang sebenarnya ditunjukkan dengan teriakan-Nya “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Saat itu Bapa memalingkan muka dari-Nya karena Kristus sedang menanggung dosa seluruh umat manusia. Siksaan fisik tidak cukup berarti jika dibandingkan dengan perasaan ketika Allah memalingkan muka. Hal yang paling mengerikan yang dapat dialami manusia adalah ditinggalkan Allah.
Jika ditelusuri, ada beberapa penyebab dari kekeringan rohani :
1. Dosa (Yesaya 1 : 15)
Dosa inilah akar mula manusia mengalami kekeringan rohani. Di dalam dosa, manusia bukan hanya jauh dari Allah tetapi manusia sedang dalam kondisi terpisah dari Allah. Segala dosa memiliki kenikmatan dan manusia yang sedang jatuh didalamnya dapat diibaratkan seperti seekor serigala yang sedang menjilati makanan lezat, padahal di dalam makanan itu ada belati yang sangat tajam. Bahkan ketika lidahnya terkena belati itu, ia tidak sadar karena sudah terbuai dalam kenikmatan makanan yang bercampur darah itu dan pada akhirnya mati karena kehabisan darah. Seperti itulah bahaya kenikmatan dosa yang sedang menjerat kita.
2. Mencintai Dunia (1 Yohanes 2 : 15 – 17)
Yang dimaksud mencintai dunia adalah mencintai hal-hal lain melebihi rasa cinta kepada Allah. Ketika seseorang sedang jatuh cinta, maka perasaan itu akan mengendalikannya dengan hebat. Rasa cinta dapat diibaratkan seperti nakhoda yang mengendalikan sebuah kapal. Ketika cinta tidak ditujukan kepada Allah, maka dapat dipastikan manusia akan mengalami kekeringan rohani.
3. Kehilangan fokus (Lukas 10 : 38 – 42)
Kisah Maria dan Marta ini digunakan untuk menggambarkan dua orang yang sebenarnya memilih bagian yang baik. Marta memilih menyibukkan diri untuk melayani Tuhan, sedangkan Maria memilih duduk dan diam di bawah kaki Yesus dan mendengarkan setiap perkataan-Nya. Tidak dikatakan bahwa Marta melakukan hal yang salah. Melayani Tuhan adalah bagian yang baik, namun dikatakan bahwa Maria telah memilih bagian yang terbaik yang tidak akan diambil dari padanya (ay. 42). Seringkali kita seperti Marta, menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan dan melakukan berbagai pelayanan sehingga kita justru kehilangan fokus. Kesibukkan diri kita dapat menghilangkan fokus kepada Tuhan. Setiap kegiatan yang kita lakukan harus didasari fokus terhadap Tuhan supaya kita tidak kehilangan arah.
4. Disiplin rohani berubah menjadi rutinitas (1 Korintus 9 : 24 – 27)
Disiplin dan rutinitas adalah dua hal yang tampaknya dari luar sama, namun sebenarnya sangat berbeda. Rutinitas adalah hal-hal yang dikerjakan hanya sekedar mengisi waktu luang, tidak mengubah apapun dari diri manusia, dan tidak membutuhkan usaha dan pikiran yang berat untuk melakukannya. Sedangkan disiplin adalah hal yang dapat mengubah hidup manusia menjadi lebih baik dan membutuhkan usaha dan pikiran yang berat untuk melakukannya.
Rasul Paulus menggambarkan disiplin rohani dan pengejaran akan pertumbuhan seperti orang yang mengikuti pertandingan lari. Setiap orang pasti berlari dengan semaksimal mungkin sampai di garis finish. Pelari tidak akan bersantai-santai sebelum ia mencapai garis finish. Demikian juga seharusnya kita dalam melakukan disiplin rohani. Kita seharusnya berjuang semaksimal mungkin dalam pertumbuhan dan pengenalan akan Kristus sampai pada garis finish, yaitu pada saat kita mati. Marilah kita terus berjuang untuk menjaga relasi dan keintiman dengan Allah sehingga kita dapat mengatasi kekeringan rohani. Amin.
Ringkasan khotbah Ev. Natanael DBJP, S.Th. “Dark Night of the Soul” pada Persekutuan Pemuda GKI Coyudan, Sabtu, 6 Agustus 2011 dengan perubahan dan penyesuaian
No comments:
Post a Comment